blog ini merupakan catatan seorang anak desa yang mau belajar-belajar dan terus belajar...

Mengalah Lalu Terlindas Atau Bangkit Kemudian Menang

by eryatmo , at 10:48 PM , have 0 comments
suasana padepokan progresif masih seperti pagi-pagi sebelumnya, yang berbeda hanya suara berisik dari arah dapur, yang sedikit mengusik tidur lelap penghuni padepokan
.
Suara itu tidak asing ditelingaku, itu pasti suara kopi yang diaduk dalam cangkir, hanya saja suaranya lebih keras, mungkin yang mengaduk sedang semangat menyambut pagi kali ini, karena mungkin pagi ini ia akan terima duit undian hadian lewat sms yang pasti isinya “ selamat kepada anda yang beruntung, nomor anda menang undian hadia Rp.100,000,000, gumamku dalam hati dengan mata terpejam diatas pembarinagan.

Sedikit sempoyongan, aku memaksa bangun untuk memastikan apa yang terjadi sembari berjalan mendekati sumber suara itu. Semerbak aroma yang seakan menuntunku kearahnya. Sontak mataku tertuju pada sesosok lelaki muda, berdiri di samping meja makan, sembari menikmati kopi, dengan setelan kemeja biru lengan pendek, celana kain, rabut berombak yang dirapikan dengan air, membuat ia menawan, seperti mahasiswa baru yang ingin melakukan kuliah perdana pasca ormik.

Dengan keheranan aku bergumam dalam hati “apa gerangan yang terjadi sehingga rohan bangun sepagi ini”?, biasanya ia bangun setelah matahari hampir mencapai puncak langit.
Ku tengok jam dinding, jarum jam baru menunjukkan pukul 07.00.

Dengan penasaran kutanyai ia “apa gerangan yang terjadi sehingga kau bangun sepagi dan serapi ini?"
Ia menjawab, "pagi ini saya ingin kekampus, bertemu rektor” "

Ngapain ?"......... Tanyaku heran.

Dengan mimik sedikit serius, ia menjawab, "mau negosiasi terkait masalah pembayaran uang semesterku, yang telah menunggak setengah dari hampir 4 tahun kita kuliah".

Dengan yakin, ia tandaskan kalimat terakhir, sebelum membunyikan motor hitam kesayangannya dan berlalu menuju kampus, “pokonya semua pasti beres!....... kan rektor kita politisi yang biasa negosiasi”.

"Yah memang ia politisi yang biasa negosiasi, tapi dengan pemilik modal dan investor asing, bukan mahsiswa yang maha susah seperti kamu, pasti kamu bisa.... yah bisa.....dimaki-maki atau di Drop Out (DO) karena tidak memberi kontribusi penambah penghasilan", Gumamku dalam hati.

Matahari kini telah mencapai puncaknya, aktifitas dipadepokan progresif siang itu masih seperti biasanya para santri berkumpul mengelilingi meja, menikmati kopi hitam dan berdiskusi mulai dari masalah sosial, ekonomi sampai ke sastra. tiba tiba rohan muncul, namun, sosok rohan beruba 360 derajat dari apa yang saya saksikan pagi tadi, kini mukanya kusut minta ampun, rambutnya acak-acakan, kemejanya kusut, celana tergulung sebelah seperti karyawan perusahaan yang kena PHK.

Saya mempersilahkan ia duduk diantara kami, “ada apa, kayaknya terik matahari siang ini telah melelehkan semangat mu yang tadi pagi, semangat yang tegak lurus dan kokoh layaknya tugu monas, hehehehe".

Iapun menjawab "yah,.. begitulah..... negosiasinya tak mendapatkan hasil yang diharapkan".

Santri lain menyambung, "itulah resiko ketika mahasiwa bin maha susah coba untuk ber negosoasi masalah pembayaran kuliah degan pihak birokrasi kampus, itu seperti mengharap mata air dipadang pasir nan gersang saja".

Rohan tak menjawab komentar tersebut dan lansung berdiri meminta permisi ke pada santri-santri lain. Ia menuju kamar, merebahkan diri di pembaringan mengistrahatkan tubuh yang lelah akibat bernegosiasi tanpa hasil.

Esok paginya rohan kembali pada kebiasaan lamanya bangun telat, muka kusut sembari menikmati kopi dan memain-mainkan asap rokok kreteknya, fikirannya melayang kekampung halamannya teringat wajah ibu bapaknya, yang meberi nasihat sebelum ia hijrah ke kota berkuliah, “nak kuliah yang rajin, agar kamu kelak tak susah penghidupannya, seperti bapak dan ibumu ini".

Sontak fikirannya kembali ke dalam sadarnya, ia tak ingin mengecewakan bapak dan ibunya, keinginan itu membuat semangatnya kembali. Di esok harinya, pagi-pagi sekali ia telah bangun menyediakan bebera gelas kopi dan membangunkan para santri lain yang masih asik didalam alam mimpi masing masing. saya pun bangun dan mencuci muka, lalu menuju meja dimna cangkir-cangkir kopi dan marohan telah menunggu dengan pakayan rapi seperti pagi sebelumnya.

"Wah.. wah..pagi ini kayaknya semangatmu telah kembali, terlihat dari gaya berpakayanmu pagi ini" komentarku.

Setelah ia menyeruput kopi ia berkata. "kawan bagaimanapun caranya saya harus tetap bisa kuliah, karena era globalisasi sekarang memaksa kita untuk mengikutinya dan kita tak mampu berkompetisi hanya dengan semangat tanpa dibarengi pengetahuan. Pokoknya kita akan jadi sampah kalau tak berpengetahuan".

Rohan menyambar handuk, mandi, lalu bergegas kekampus.

Teringat hari itu ada mata kuliah maka akupun bergegas mandi dan menyusul rohan kekampus.

Setelah mata kuliahku usai aku duduk- duduk di bangku taman kampus disana terdapat gerombolan- gerombolan maahasiswa mulai dari yang gondrong sampai yang botok. Namun, Rohan tak nampak olehku dalam gerombolan itu.

Tidak salah lagi pasti ia ditempat paforitnya. Ku lihat ia bernaung dibawa pohon nangka sambil membaca buku sambil geleng-geleng kepala, entah apa lagi yang difikirkannya. Entah ia terkesima atau entahlah.

Melihat rohan dalam kesendirian, aku datang mengmpiri. “Ngapain kamu rohan, tanyaku”.

Ia berbalik kearahku sambil memperlihatkan buku ditangannya, ia mempersilahkanku duduk di sampingnya sembari berkata.

“kawan rasanya sungguh malang nasib pemuda ketika perjuangannya harus di patahkan dengan lembaran - lembaran rupiah, bukankah telah tertera didalam pembukaan UUD 1945 alinea ke 4 sala satu isinya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan UUD 1945 Pasal 31 ayat 1, tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Ah seakan itu telah dihianati oleh mereka, para birokrasi negara ini. Sudahlah kawan banyak tokoh-tokoh kita yang dari keluarga miskin menjadi orang yang penting di negara ini seperti Dahlan Iskan contohnya, ketika sekolah ia bahkan tidak mempunyai sepatu. Sementara ia harus berjalan kaki puluhan kilometer tanpa alas kaki menuju ke sekolahnya. Bisa dibayangkan betapa sakit kakinya yang setiap hari harus berjalan sejauh itu, mungkin menginjak batu atau ranting. maka untuk membeli sepatu adalah cita cita yang sangat tinggi untuknya waktu itu, Jadi jagan pernah mengalah dengan keadaan".

"Ngomong – ngomong kamu kan punya keahlian seni mengukir nama di cangkir dan piring bagaimana kalau nanti saya akan membantu mencarikan pelanggan dengan menyebarkan brosur ke kampung-kampung" Komentarku menyemangatinya.

Dengan senyum penuh kemenangangan ia berdiri dan menghamburkan senyum termanisnya kepada semua orang yang ia jumpai, mungkin di dalam hatinya semangat dan tekadlah yang akan mematahkan tiap tiap penghalang menuju puncak tertinggi. seperti semangat bambu runcing yang dilakukan oleh rakyat indonesia mengusir penjajah dari tanah indonesia ini.
Mengalah Lalu Terlindas Atau Bangkit Kemudian Menang
Mengalah Lalu Terlindas Atau Bangkit Kemudian Menang - written by eryatmo , published at 10:48 PM, categorized as Cerpen . And have 0 comments
No comment Add a comment
Cancel Reply
GetID
Copyright ©2013 DALAM GERAMAN by
Theme designed by Damzaky - Published by Proyek-Template
Powered by Blogger